Anda Tidak Pernah Terlalu Tua untuk Tersenyum

Jayem berjalan dan memegang ayam setelah operasi sumbing

Pada akhir tahun 1950-an, operasi sumbing adalah hal yang sulit dijangkau oleh sebagian besar orang Indonesia, termasuk orang tua Jayem. Mereka meyakinkan putri mereka bahwa bibir sumbingnya merupakan anugerah dari Allah dan ia harus belajar menerimanya.

Ia bersyukur bisa menerima saran mereka. Karena hanya bibirnya yang sumbing, Jayem masih bisa menjalani hidup tanpa mengalami persoalan yang mengancam nyawa, yang mungkin terjadi bila langit-langit mulutnya sumbing juga. Ia tumbuh dewasa, menikah, serta dikaruniai seorang putra dan seorang putri. Ia pertama kali mendengar tentang Smile Train ketika mengetahui organisasi tersebut telah mensponsori operasi sumbing gratis bagi putri seorang kerabatnya yang berusia sembilan tahun.

Ia berbahagia untuk anak itu, tetapi ia sendiri memutuskan untuk tidak dioperasi karena merasa sudah terlalu tua. Namun, putranya bersikeras. Menurut putranya, operasi tersebut gratis dan akan berdampak baik untuknya — apa ruginya bagi dia?

Jayem tersenyum dan memegang foto dirinya sebelum operasi sumbing

Di meja operasi, ketika bibirnya mulai mati rasa karena anestesi, dia merasakan penyesalan dan ketakutan: Bagaimana jika saya tidak dapat berbicara lagi? Tak lama kemudian, wanita berusia 60 tahun itu bernyanyi kegirangan, hampir tidak percaya bahwa wajah yang tersenyum ke arahnya di cermin adalah miliknya.

Jayem berjalan dan memegang ayam setelah operasi sumbing

Saat berada di meja operasi, ketika bibirnya mulai mati rasa akibat obat bius, ia merasa menyesal dan takut: Bagaimana jika saya tidak bisa bicara lagi? Beberapa saat kemudian, wanita berusia 60 tahun itu bernyanyi riang, hampir-hampir tidak percaya bahwa wajah yang membalas senyumannya di cermin adalah wajahnya.

Karena Jayem telah mendapatkan senyum yang selalu diimpikannya, ia sekarang mendorong semua orang yang menderita sumbing untuk menjalani operasi yang mereka butuhkan, berapa pun usia mereka.